William D.
Brooks (dalam Rakhmat, 1998:125) menyebut konsep diri sebagai
”persepsi-persepsi fisik, sosial, dan psikologis atas diri kita sendiri yang
bersumber dari pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain”. Berdasarkan
definisi dari Brooks tersebut, kita bisa menguraikannya sebagai berikut.
1. Persepsi fisik, yang berkaitan dengan
bagaiman akita mempersepsi diri kita secara fisik. Apakah kita ini termasuk
orang yang tampan/cantik, biasa-biasa saja atau jelek? Apakah badan kita
terlihat gagah atau tidak menarik?
2. Persepsi sosial, yang berkaitan dengan
bagaimana orang lain tentang diri kita. Apakah ini termasuk orang yang mudah
bergaul, cenderung menyendiri, disukai orang lain atau orang yang ingin menang
sendiri.
3. Persepsi psikologis, yang berkaitan
dengan apa yang ada pada ”dalam” diri kita. Apakah saya ini orang yang keras
pendirian atau keras kepala? Apakah saya termsuk orang yang bahagia karena apa
saya bahagia?
4. Pengalaman, yang terkait dengan sejarah hidup
kita. Sejak mulai kita dilahirkan hingga usia saat ini tentu mengalami berbagai
hal yang berpengaruh pada diri kita. Misalnya, kita menjadi keras kepala karena
sering diperlakukan sebagai anak yang berada pada pihak yang salah.
5. Interaksi dengan orang lain, yang terkait
bagaimana interaksi dengan orang lain akhirnya membentuk persepsi psikologis
bahwa dirinya termasuk orang yang tidak bisa bekerja.
Persoalan
etika yang potensial selalu melekat dalam setiap bentuk komunikasi antar
pribadi sehingga komunikasi dapat dinilai dalam dimensi benar – salah,
melibatkan pengaruh yang berarti terhadap manusia lain, sehingga komunikator
secara sadar memilih tujuan – tujuan tertentu yang ingin dicapai dan cara –
cara komunikasi guna mencapai tujuan tersebut. Apakah seorang komunikator
bertujuan menyampaikan informasi, meningkatkan pemahaman seseorang, memudahkan
keputusan yang bebas pada orang lain, menawarkan nilai – nilai yang penting,
memperlihatkan eksistensi dan relevansi suatu persoalan sosial, memberikan
sebuah jawaban atau program aksi atau memicu pertikaian – pertikaian etika yang
potensial terpadu dalam upaya – upaya simbolik sang komunikator.
Demikianlah
keadaannya pada sebagian besar komunikasi pribadi, baik komunikasi antara 2
orang, dalam kelompok kecil, dalam retorika gerakan sosial maupun dalam
hubungan masyarakat Bahkan muncul ungkapan bahwa manusia adalah satu – satunya
hewan, “yang secara harfiah dapat disebut memiliki nilai”. Lebih khusus lagi,
barangkali esensi tertinggi manusia adalah homo ethicus, manusia adalah pembuat
penilaian etika. Tetapi muncul pertanyaan, mengapa mempersoalkan etika dalam
komunikasi antar pribadi ? Jelas dengan menghindari pembicaraan mengenai etika
dalam komunikasi, orang akan bersandar pada berbagai macam pembenaran : (1)
setiap orang tahu bahwa teknik komunikasi tertentu adalah tidak etis jadi tidak
perlu dibahas: (2) karena yang penting dalam komunikasi hanyalah masalah
kesuksesan maka masalah etika tidak relevan: (3) penilaian etika hanyalah
masalah penilaian individu secara pribadi sehingg tak ada jawaban pasti: (4)
menilai etika orang lain itu menunjukan keangkuhan atau bahkan tidak sopan.
No comments:
Post a Comment