Saturday, May 12, 2012

Etika dalam Komunikasi Antarpribadi




William D. Brooks (dalam Rakhmat, 1998:125) menyebut konsep diri sebagai ”persepsi-persepsi fisik, sosial, dan psikologis atas diri kita sendiri yang bersumber dari pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain”. Berdasarkan definisi dari Brooks tersebut, kita bisa menguraikannya sebagai berikut.

1.        Persepsi fisik, yang berkaitan dengan bagaiman akita mempersepsi diri kita secara fisik. Apakah kita ini termasuk orang yang tampan/cantik, biasa-biasa saja atau jelek? Apakah badan kita terlihat gagah atau tidak menarik?
2.        Persepsi sosial, yang berkaitan dengan bagaimana orang lain tentang diri kita. Apakah ini termasuk orang yang mudah bergaul, cenderung menyendiri, disukai orang lain atau orang yang ingin menang sendiri.
3.         Persepsi psikologis, yang berkaitan dengan apa yang ada pada ”dalam” diri kita. Apakah saya ini orang yang keras pendirian atau keras kepala? Apakah saya termsuk orang yang bahagia karena apa saya bahagia?
4.        Pengalaman, yang terkait dengan sejarah hidup kita. Sejak mulai kita dilahirkan hingga usia saat ini tentu mengalami berbagai hal yang berpengaruh pada diri kita. Misalnya, kita menjadi keras kepala karena sering diperlakukan sebagai anak yang berada pada pihak yang salah.
5.        Interaksi dengan orang lain, yang terkait bagaimana interaksi dengan orang lain akhirnya membentuk persepsi psikologis bahwa dirinya termasuk orang yang tidak bisa bekerja.

Persoalan etika yang potensial selalu melekat dalam setiap bentuk komunikasi antar pribadi sehingga komunikasi dapat dinilai dalam dimensi benar – salah, melibatkan pengaruh yang berarti terhadap manusia lain, sehingga komunikator secara sadar memilih tujuan – tujuan tertentu yang ingin dicapai dan cara – cara komunikasi guna mencapai tujuan tersebut. Apakah seorang komunikator bertujuan menyampaikan informasi, meningkatkan pemahaman seseorang, memudahkan keputusan yang bebas pada orang lain, menawarkan nilai – nilai yang penting, memperlihatkan eksistensi dan relevansi suatu persoalan sosial, memberikan sebuah jawaban atau program aksi atau memicu pertikaian – pertikaian etika yang potensial terpadu dalam upaya – upaya simbolik sang komunikator. 

Demikianlah keadaannya pada sebagian besar komunikasi pribadi, baik komunikasi antara 2 orang, dalam kelompok kecil, dalam retorika gerakan sosial maupun dalam hubungan masyarakat Bahkan muncul ungkapan bahwa manusia adalah satu – satunya hewan, “yang secara harfiah dapat disebut memiliki nilai”. Lebih khusus lagi, barangkali esensi tertinggi manusia adalah homo ethicus, manusia adalah pembuat penilaian etika. Tetapi muncul pertanyaan, mengapa mempersoalkan etika dalam komunikasi antar pribadi ? Jelas dengan menghindari pembicaraan mengenai etika dalam komunikasi, orang akan bersandar pada berbagai macam pembenaran : (1) setiap orang tahu bahwa teknik komunikasi tertentu adalah tidak etis jadi tidak perlu dibahas: (2) karena yang penting dalam komunikasi hanyalah masalah kesuksesan maka masalah etika tidak relevan: (3) penilaian etika hanyalah masalah penilaian individu secara pribadi sehingg tak ada jawaban pasti: (4) menilai etika orang lain itu menunjukan keangkuhan atau bahkan tidak sopan.




No comments:

Post a Comment